KOMPAS.com — Meskipun baunya amis, manfaat minyak
ikan bagi kesehatan manusia sangat besar. Selain vitamin A dan D, asam
lemak tidak jenuh ganda yang dikandungnya meningkatkan kecerdasan dan
sistem kekebalan tubuh anak balita. Bagi orang dewasa, mengonsumsi lemak
ikan juga dapat menangkal kanker, diabetes melitus, hipertensi, dan
penyakit jantung koroner.
Dibandingkan lemak hewani lainnya,
lemak ikan (lebih dikenal dengan istilah minyak ikan) sangat sedikit
mengandung kolesterol. Hal ini sangat menguntungkan bagi kesehatan
karena
kolesterol yang berlebih dapat menimbulkan gangguan kesehatan.
Meningkatnya kesadaran masyarakat akan perlunya gizi yang baik untuk
menunjang kesehatan telah mendorong meningkatnya konsumsi minyak ikan di
dunia.
Hal ini didasari suatu kenyataan bahwa minyak ikan (khususnya ikan laut) mengandung banyak asam lemak tidak jenuh ganda (
polyunsaturated fatty acids/PUFA).
Asam lemak tak jenuh ganda tersebut sangat bermanfaat bagi proses
kecerdasan, penglihatan, dan sistem kekebalan tubuh. Selain itu,
bermanfaat juga dalam menanggulangi masalah aterosklerosis (penyumbatan
pembuluh darah) dan penyakit jantung koroner.
Ikan Laut Lebih Baik
Berdasarkan
tempat penimbunan minyaknya, ikan dapat diklasifikasikan menjadi dua
kelompok. Pertama, kelompok ikan yang menyimpan minyak dalam hati (
fish liver oil), seperti ikan kembung, cod, dan hiu. Kedua, kelompok ikan yang menyimpan minyaknya dalam daging (
fish body oil), seperti ikan lemuru, paus, sidat, tongkol, makarel, dan ikan herring.
Berdasarkan kandungan minyaknya, ikan dapat dikelompokkan menjadi: (1) ikan berlemak sedikit (
lean fish) dengan kandungan minyak kurang dari 2 persen, (2) ikan berlemak rendah (
low fat) dengan kandungan minyak 24 persen, (3) ikan berlemak sedang (
medium fat) dengan kandungan minyak 48 persen, (4) ikan berlemak tinggi (
high fat) dengan kandungan minyak lebih dari 8 persen.
Kadar
minyak dalam ikan sangat bervariasi, dipengaruhi oleh banyak faktor,
yaitu: spesies (jenis) ikan, jenis kelamin, tingkat kematangan (umur),
musim, siklus bertelur, dan lokasi geografis. Komposisi minyak ikan laut
lebih kompleks, mengandung asam lemak tak jenuh berantai panjang, yang
lebih banyak dibandingkan ikan air tawar.
Asam lemak tak jenuh
berantai panjang pada minyak ikan laut umumnya mengandung 18, 20, dan 22
atom karbon, yang dihubungkan oleh 36 ikatan rangkap. Sementara
komposisi asam lemak ikan air tawar umumnya mengandung 16 dan 18 atom
karbon, yang dihubungkan oleh 13 ikatan rangkap. Makin panjang rantai
karbon dan makin banyak jumlah ikatan rangkap penyusun asam lemak, maka
makin besar peranan asam lemak tersebut bagi kesehatan.
Lemak
ikan terdiri dari unit-unit kecil yang disebut asam lemak. Asam lemak
pada minyak ikan terdiri dari tiga tipe, yaitu: (1) asam lemak jenuh
(tidak mempunyai ikatan rangkap), contohnya asam palmitat, asam
miristat, dan asam stearat, (2) asam lemak tak jenuh tunggal (mempunyai
satu ikatan rangkap), contohnya oleat, dan (3) asam lemak tak jenuh
ganda (mempunyai lebih dari satu ikatan rangkap), contohnya linoleat,
linolenat, arakidonat (AA), eikosapentaenoat (EPA), dan dokosaheksaenoat
(DHA). DHA banyak terdapat pada ikan laut jenis salmon, tuna (terutama
tuna sirip biru yang memiliki DHA lima kali lebih banyak), sarden,
herring, makarel, serta kerang-kerangan. Umumnya minyak ikan mengandung
sekitar 25 persen asam lemak jenuh dan 75 persen asam lemak tak jenuh.
Risiko Kematian Berkurang
Penelitian
epidemiologi menunjukkan ada hubungan terbalik antara konsumsi ikan dan
terjadinya penyakit jantung koroner. Pada kelompok yang mengonsumsi
ikan sekurang-kurangnya 30 gram sehari, risiko kematian karena penyakit
jantung koroner menjadi berkurang 50 persen dibandingkan kelompok yang
tidak mengonsumsi ikan. Zat aktif yang berperan penting dalam hubungan
tersebut adalah asam lemak Omega-3.
Minyak ikan berbeda dengan
minyak nabati dan hewan darat. Minyak ikan umumnya mempunyai komposisi
asam lemak dengan rantai karbon yang panjang dan ikatan rangkap yang
banyak (
polyunsaturated fatty acids/PUFA). Asam lemak pada
minyak ikan mempunyai konfigurasi Omega-3, sedangkan pada tumbuhan dan
hewan darat sangat sedikit kandungan asam lemak Omega-3-nya. Minyak
tumbuhan lebih banyak mengandung asam lemak berkonfigurasi Omega-6
daripada Omega-3.
Asam lemak Omega-3 yang dominan pada ikan
adalah asam linolenat yang tersusun dari 18 atom karbon dan 3 ikatan
rangkap, asam eikosapentaenoat (
eicosapentaenoic acid/EPA) yang tersusun dari 20 atom karbon dan 5 ikatan rangkap, serta asam dokosaheksaenoat (
docosahexaenoic acid/DHA) yang tersusun dari 22 atom karbon dan 6 ikatan rangkap.
Asam
lemak Omega-3 banyak dijumpai pada ikan laut, seperti lemuru, herring,
makarel, salmon, tuna, dan anchovy. Minyak ikan lemuru kaya akan EPA
yang jumlahnya dapat mencapai 7,1 g/100 g, sedangkan minyak ikan tuna
kaya akan DHA dengan jumlah 8,2 g/100 g.
Ikan dalam kaleng bukan
merupakan sumber Omega-3 yang baik, karena dalam prosesnya, minyak ikan
tersebut sengaja dibuang dan diganti dengan minyak kelapa, saus tomat,
atau air garam sebagai media perendam. Penghilangan minyak sengaja
dilakukan agar ikan kaleng tidak mudah tengik akibat teroksidasinya asam
lemak tidak jenuh dari ikan.
Asam lemak Omega-3 telah terbukti
sangat besar manfaatnya bagi kesehatan, yaitu: (1) bersifat
hipokolesterolemik (menurunkan kadar kolesterol darah), (2) mencegah
terjadi penggumpalan keping-keping darah sehingga menghindari
penyumbatan pembuluh darah (aterosklerosis) dan mencegah penyakit
jantung koroner, (3) mengurangi risiko penyakit diabetes melitus
(kencing manis), hipertensi (tekanan darah tinggi), aneka kanker,
penyakit kulit, serta membantu meningkatkan daya tahan tubuh, (4)
berperan penting dalam proses tumbuh kembang otak janin.
Tiga Masa Kritis
Dalam
hubungannya dengan aktivitas Omega-3, terdapat tiga masa kritis dalam
kehidupan manusia, yaitu pada saat kehamilan, menyusui, dan masa balita.
Selama masa kehamilan, asam lemak Omega-3 ditransfer melalui plasenta
menuju fetus. Selama masa menyusui, diet yang diperoleh ibu akan
memengaruhi kandungan asam lemak Omega-3 dalam air susunya. Dengan
demikian, makanan yang dikonsumsi ibu selama masa kehamilan dan menyusui
harus mengandung asam lemak Omega-3 dalam jumlah cukup, terutama yang
berasal dari konsumsi ikan maupun konsentrat minyak ikan.
Pada
masa balita, Omega-3 akan berakumulasi di dalam otak dan retina mata.
Perkembangan otak manusia terjadi sejak bayi masih di dalam kandungan,
hingga dua tahun pertama setelah kelahiran.
Melihat proses
tumbuh kembang otak bersifat unik dan berlangsung dalam waktu relatif
singkat, status gizi ibu yang buruk selama mengandung dan menyusui akan
berpengaruh terhadap pertumbuhan dan terganggunya otak, baik dalam
jumlah maupun kelengkapan sel-sel otak. Kondisi tersebut dapat
memengaruhi daya ingat dan kecerdasan, yang dapat berlangsung terus
sampai dewasa.
Mengingat demikian banyak keuntungan yang
diperoleh dari minyak ikan, beberapa industri berlomba-lomba membuat
konsentrat minyak ikan. Produk tersebut dalam bentuk campuran maupun
murni, berupa kapsul EPA dan DHA. Konsentrat minyak ikan tersebut
dilapisi dengan gelatin sebagai pelindungnya.
Pada umumnya yang
dijual di pasaran adalah konsentrat minyak ikan dalam bentuk kapsul
gelatin ukuran 1 gram dengan vitamin E tambahan sebesar 1 IU per gram
sebagai penstabil. Produk ini telah dikembangkan oleh banyak negara
(terutama Jepang dan Korea) sebagai bahan obat dan/atau suplemen gizi.
Khusus untuk anak balita, minyak ikan juga diperjualbelikan dalam bentuk
sirup atau emulsi.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan
British Nutrition Foundation menyarankan penambahan DHA pada susu
formula bayi dengan dosis anjuran 20 miligram per kilogram berat bayi
normal, atau 40 miligram per kilogram berat bayi prematur. Asupan DHA
yang cukup akan membantu anak berkonsentrasi dan membuat anak-anak yang
hiperaktif menjadi lebih tenang.
Prof. Dr. Made Astawan Dosen di Departemen Teknologi Pangan dan Gizi – IPB
sumber : sehatnews.com